Jakarta, Swa News– Akhirnya MK membatalkan presidential threshold 20 persen setelah berkali-kali MK menolak judicial review. Meski melalui disenting opinion akhirnya di persidangan yang berlangsung pada tanggal 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi mengabulkan secara keseluhan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024.
Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu membatalkan pasal 222 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait presidential threshold 20% yang dinilai bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945.
Kelihatannya, memang ada aroma politik yang sangat kuat mempengaruhi keputusan hakim yang ada.
Bahkan nuansa politik keputusan MK semakin nyata setelah pada saat yang sama MK malah membuat keputusan kontroversi Nomor 90/PUU- XXII/ 2023.
Seakan memberikan tafsir soal batas usia minimal 40 tahun, tapi kemudian tidak menjadi syarat mutlak karena ada persyaratan lain yang menyertai.
Intinya, keputusan MK itu tidak membatasi usia minimal, meski belum 40 tahun bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden asalkan pernah memenangkan pemilu DPR, DPD, Gubernur, Bupati dan Walikota.
Baca juga:
MK Hapus Presidential Threshold 20%, Dinamika Baru di Dunia Politik
Disinyalir, putusan itu merupakan ulah Jokowi untuk bisa meloloskan Gibran Rakabumi menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo.
Memang Banyak yang menduga ada beberapa keputusan MK yang terkait dengan persoalan pemilihan presiden saat itu sangat dipengaruhi oleh intervensi kepentingan politik Presiden Jokowi.
Karena kala itu Jokowi pasti memainkan calon presiden yang dinilai bisa mengamankan posisi dan kepentingan politiknya.
Kemudian pada perkembangannya, Jokowi juga punya hasrat melanggengkan dinasti politiknya.
Apalagi posisi pengaruh Jokowi saat itu sangat kuat karena berhasil menempatkan adik iparnya, Paman Usman, menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi.
Akhirnya, keterlibatan permainan Paman Usman pada keputusan MK yang berhasil meloloskan ponakannya, Gibran , kemudian paman usman mendapat sanksi etik dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Dalam Keputusan MK membatalkan Presidential Threshold 20 % dengan mengabulkan permohonan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu mendasarkan pada alasan etik dan hirarki konstitusi.
Secara etik norma pasal 222 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mensyaratkan Calon Presiden/ Wakil Presiden yang harus didukung partai atau gabungan partai dengan perolehan 20% suara itu dinilai melanggar moralitas dan tidak adil.
Selain itu, pemberlakuan presidential threshold 20% itu juga dianggap bisa membatasi hak rakyat dalam memilih calon pemimipin.
Maka secara hirarkis, menurut MK pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 itu jelas bertentangan dengan UUD 1945. (boy).