Saya ditanya kawan, kenapa saya menduga Jokowi di belakang kebijakan gas elpiji 3 kg yang menghebohkan ini. Meskipun sudah saya sampaikan alasannya di artikel tersebut, tapi saya tetap mencoba menjelaskannya dengan lebih detail, sebagai berikut:

 

Bahlil membuat kebijakan blunder yang membuat heboh di seluruh negeri. Apa Prabowo yang memberi instruksi? Ternyata bukan. Apa inisiatif Bahlil sendiri? Pasti tidak mungkin. Jadi siapa mastermind yang mengatur kebijakan yang hanya berumur satu hari, yang kemudian dibatalkan Prabowo? Patut diduga keras Jokowi.

Pengalihan Isu, Jokowi yang Mengatur

Karena, Bahlil adalah loyalis Jokowi. Bahlil menjadi menteri di era Jokowi maupun di era Prabowo karena Jokowi. Kemudian, siapa yang diuntungkan kalau Prabowo berhadapan dengan rakyat akibat kebijakan yang membuat rakyat marah besar?

 

Gibran!

 

Kalau Prabowo Subianto bermasalah dengan rakyat, maka posisi Gibran sebagai wakil presiden sangat diuntungkan. Inilah motif Jokowi untuk mendiskreditkan Prabowo, untuk mempromosikan Gibran.

 

Pagar laut misterius yang terletak di Tangerang akhirnya terungkap, di mana Aguan memiliki Hak Guna Bangunan di atas laut melalui anak perusahaannya. Setelah nama Aguan mencuat sebagai pemilik pagar laut, kasus ini sengaja dikaburkan dengan memunculkan isu lainnya.

 

Bahkan, regulasi untuk mendapatkan tabung gas LPG 3 kg sengaja dipersulit untuk menggeser fokus masyarakat yang terus saja mengangkat kasus pagar laut. Aguan, melalui Agung Sedayu Group, telah menjadi sorotan khalayak umum karena pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) di Tangerang. Proyek ini tidak hanya mencakup pengembangan properti eksklusif, tetapi juga memasang pagar laut, yang menimbulkan pertanyaan tentang privatisasi ruang publik dan akses masyarakat ke sumber daya alam.

 

Jeffrey A. Winters menjelaskan bahwa oligarki adalah sistem di mana sekelompok individu kaya raya menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk mempertahankan serta memperkuat status quo politik yang menguntungkan mereka.

 

Bagaimana bisa negara dipecundangi oleh seorang Aguan? Bahkan, aparat negara yang seharusnya menjaga wilayah teritorial demi kedaulatan negara, justru ikut membiarkan Aguan “memopoki tai” ke wajah institusi mereka.

 

Presiden memang memerintahkan pembongkaran pagar laut milik Aguan, namun kelanjutannya mana? Aparat hanya membongkar beberapa kilometer pagar laut, yang katanya agar nelayan bisa memiliki akses keluar dan masuk. Alasan yang paling konyol yaitu, katanya pembongkaran harus dilakukan oleh pihak pengembang karena negara akan mengeluarkan biaya ekstra jika pembongkaran itu dilakukan oleh negara.

 Pengalihan Isu, Jokowi yang Mengatur

Pagar laut yang bermasalah dan ada deal bawah meja, distraksinya dengan kebijakan gas 3 kg. Apakah Bapak Prabowo Subianto tidak peka terhadap situasi? Apakah Bapak takut kepada Aguan?

 

Memang aneh negara ini. Yang bukan masalah, dibikin masalah, heboh sendiri, lalu diselesaikan sendiri. Setelah itu, pidato gagah-gagahan di hadapan rakyat, seolah telah menjadi pahlawan.

 

Giliran yang benar-benar masalah, sudah lama tetap menjadi masalah, tak ada solusi untuk menyelesaikan hingga rakyat dibuat susah berlama-lama. Rakyat menjadi seperti yatim. Kehadiran negara nyaris tak ada.

 

Misalnya, saat ini. Gas melon 3 kg bukan masalah. Sibuk dibikin masalah oleh Bahlil dengan melarang pedagang eceran menjualnya. Dibikin heboh lalu diselesaikan kembali dengan membolehkan pengecer jualan. Lalu, Prabowo Subianto hadir seolah seorang pahlawan. Persis analogi lawak.

 

Akan tetapi, untuk masalah pagar laut dan sertifikat laut, sudah tiga minggu heboh. Benar-benar masalah yang merampas hak rakyat dan mengancam kedaulatan negara, sampai saat ini negara seperti tak hadir.

 

Jangankan membongkar aktor intelektualnya. Aktor lapangan pun, sampai hari ini tidak ada yang ditangkap. Padahal, kalau urusan terorisme, cepat sekali rilis pelaku ditangkap, menjelaskan sel ini dan itu.

 

Padahal, untuk urusan pagar laut PIK 2 ini sederhana. Sudah dikasih tahu oleh rakyat, ada Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali, Ali Hanafiah Lijaya, orangnya Aguan. Tapi tetap saja tidak ditangkap.

 

Di lapangan, ada koordinator lapangan, yaitu kepala desa setempat. Salah satunya Arsin, Kades Kohod. Bukan cepat ditangkap, sekarang Arsin malah dibiarkan kabur duluan bersama Rubicon-nya.

 

Menteri ATR/BPN juga bikin parodi stand-up comedy. Memberikan sanksi berat dan mencopot jabatan pejabat BPN yang sudah pensiun. Ini mau ngelawak atau ngurusi negara?

 

Belum lagi, dari 263 SHGB cuma 50 biji yang dibuat. Masalah tanah musnah, yang seolah dahulu daratan terkena abrasi, justru dilegitimasi. Jangan-jangan, ini prakondisi untuk memuluskan Aguan mereklamasi laut dengan dasar Pasal 66 PP No. 18 Tahun 2021?

Pengalihan Isu, Jokowi yang Mengatur

Ah, sudahlah. Malas dan bikin jengkel membahas kelakuan pejabat di negeri ini. Bikin marah!


Prof. Anthony Budiawan

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS).  

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *