Padangsidimpuan, SWA News – PHK massal terhadap 40 dosen tetap non-PNS menjadi perhatian publik setelah keputusan Rektor Muhammad Darwis Dasopang, Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Ali Hasan Ahmad Addary (Syahada) Padangsidimpuan.

Kebijakan ini, yang diikuti oleh pembatasan usia dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), telah memicu kritik dari berbagai kalangan dan dianggap merugikan keberlangsungan pendidikan di kampus tersebut.  PHK Massal

Alasan PHK Massal : Kebijakan Nasional atau Efisiensi Anggaran?

Rektor menjelaskan bahwa PHK massal tersebut dilakukan akibat keterbatasan anggaran institusi. Ia juga mengacu pada Pasal 66 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mewajibkan penataan pegawai non-ASN selesai paling lambat Desember 2024.

Namun, kebijakan ini dianggap tidak transparan dan menuai protes keras dari dosen serta berbagai pihak lainnya.

Tokoh Pemuda Tabagsel, Roni Marwan, menyatakan bahwa PHK massal ini dilakukan tanpa dasar kuat dan merugikan banyak pihak. Ia berencana melaporkan tindakan rektor ke Kementerian Agama untuk meminta peninjauan ulang kebijakan tersebut.

Di samping isu PHK massal, kebijakan pembatasan usia dalam seleksi PPPK juga menuai kecaman. Rektor menegaskan bahwa dosen berusia di bawah 35 tahun tidak menjadi prioritas karena mereka masih dapat mendaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Namun, alumni dan dosen muda menilai langkah ini diskriminatif serta menutup peluang karier bagi banyak akademisi muda berbakat.

Pencabutan Keputusan PHK

Akibat tekanan publik yang terus meningkat, Rektor UIN Syahada akhirnya mencabut keputusan terkait PHK massal terhadap 40 dosen tetap non-PNS.

PHK Massal

Meski demikian, pencabutan ini baru dilakukan secara lisan, tanpa disertai dokumen resmi. Hal ini menyebabkan ketidakpastian bagi para dosen yang terdampak.

Kebijakan kontroversial seperti PHK massal dan pembatasan usia seleksi PPPK menunjukkan kompleksitas pengelolaan sumber daya manusia di institusi pendidikan tinggi.

UIN Syahada sebelumnya telah melantik 19 PPPK hasil seleksi formasi 2022, namun persoalan ketenagakerjaan yang tidak transparan dapat berdampak negatif terhadap reputasi dan kualitas pendidikan di kampus tersebut.

Melihat kasus ini, publik berharap agar kebijakan yang diambil perguruan tinggi dapat lebih berpihak pada keadilan, kesejahteraan pegawai, dan kelangsungan mutu pendidikan. (MUA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *