Malang, Swa News – Beberapa hari terakhir publik dihebohkan dengan video perseteruan oknum dosen UIN Maliki Malang, Imam Muslimin (IM), dengan salah satu tetangganya yang diduga bernama Sahara (S).
Dari berbagai potongan video yang beredar, konflik tersebut disinyalir bermula dari perselisihan lahan di sekitar lingkungan rumah yang bersangkutan. Namun, polemik itu kemudian melebar pada tuduhan serius dugaan pelecehan seksual yang dialami korban berinisial S (Sahara). Meski demikian, pihak IM membantah pernyataan tersebut dan menganggap tuduhan itu fitnah.
Untuk merespons perkembangan polemik yang telah menjadi konsumsi publik secara nasional, Koordinator Komisariat HMI UIN Maliki Malang sempat melakukan audiensi dengan pihak rektorat. Intinya, HMI mendesak agar diberikan sanksi tegas terhadap oknum dosen tersebut (17/9/2025). Menghadapi tekanan publik maupun mahasiswa, IM juga telah membuat pernyataan untuk nonaktif selamanya dari kampus tempat ia mengabdi.
Doc: istimewa
Pihak UIN Maliki Malang juga merespons tuntutan mahasiswa. Melalui media sosial yang beredar, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prof. Walid, mengonfirmasi adanya kebijakan penonaktifan terhadap IM. Selain itu, Tim Penegakan Disiplin ASN UIN Maliki Malang juga telah membuat rangkaian keputusan sanksi pada IM (17/9/2025).
Mahasiswa turut mencermati beberapa poin keputusan tim penegakan disiplin ASN tersebut. Menanggapi hal itu, Fariz, mahasiswa Teknik Arsitektur yang juga menjabat Ketua Umum HMI Komisariat Saintek UIN Maliki Malang, mengkritisi pembentukan tim investigasi. Menurutnya, secara struktural tim investigasi harus imparsial, independen, transparan, dan melibatkan pihak luar agar kredibel. Ia secara spesifik mendesak tim investigasi mampu membuka tabir tuduhan S yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual oleh IM.
“Harusnya pihak UIN sensitif dan serius merespons pengakuan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan IM terhadap S. Ini tuduhan serius yang berdampak besar terhadap integritas UIN Malang. Karena itu, perlu investigasi mendalam. Jika tuduhan itu hanya fitnah seperti yang disampaikan IM, maka harus ada proses hukum pada pihak penuduh, S, untuk merehabilitasi nama baik UIN dan IM. Sebaliknya, jika tuduhan itu benar maka kita serahkan sepenuhnya kepada penyintas untuk kelanjutan prosesnya,” ungkapnya.
Ia menambahkan: “Isu dugaan pelecehan seksual itu sensitif, apalagi tempus delicti saat dugaan peristiwa terjadi, posisi IM masih dosen UIN. Tentu ini terkait dengan relasi etika institusional.”
“Ini soal cacat moral yang bersifat extraordinary dalam kehidupan akademik universitas Islam negeri, bukan sekadar sanksi administratif,” jelasnya.
Lebih jauh, Fariz menyinggung pengangkatan ZH sebagai Plt Wakil Rektor Bidang AUPK yang disebut-sebut pernah bermasalah dengan kasus pelecehan seksual.
Foto: uapm inovasi
“Kami mendesak Bu Rektor memberikan penjelasan terbuka terkait pengangkatan ZH menjadi Plt Wakil Rektor Bidang AUPK. Apalagi, konon ZH pernah mendapat sanksi administratif dari Kementerian Agama RI karena perbuatan pelecehan seksual tersebut. Karena itu, Bu Rektor harus menjelaskan semuanya secara transparan,” pintanya.
Ia menegaskan kembali: “Sangat ironis jika predikat predator seksual pada ZH itu benar, tapi saat ini justru menjabat Plt Wakil Rektor.”
Ketika mengakhiri perbincangan dengan Swa News seputar problem pelecehan seksual di UIN Maliki Malang, Fariz juga menegaskan pihaknya akan membawa masalah pengangkatan ZH ini ke Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI, Menteri Agama, Wakil Menteri Agama, serta pihak terkait lainnya.(MM)
Pingback: Diintimidasi! Aliansi Mahasiswa Mengultimatum Rektor UIN Maliki Malang Swa News