Jakarta, Swa News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya buka suara terkait penyelidikan dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024. Nama mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, masuk dalam radar. KPK mengisyaratkan kemungkinan pemanggilan terhadap Yaqut, seiring menguatnya indikasi penyimpangan pada distribusi kuota haji khusus.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa penyelidikan masih berlangsung.
“Kami masih proses penyelidikan. Semua informasi kami dalami termasuk dugaan penyimpangan kuota,” ujar Asep.
Pernyataan itu menjawab sorotan publik yang semakin tajam terhadap kebijakan pembagian kuota haji 2024 di bawah kepemimpinan Yaqut. Polemik bermula dari temuan DPR dalam Panitia Khusus (Pansus) Haji, yang mengungkap bahwa tambahan kuota haji dari Kerajaan Arab Saudi dialokasikan dalam skema 50 persen kuota reguler dan 50 persen kuota khusus—yang selama ini kerap dikaitkan dengan praktik komersialisasi ibadah.
Kuota haji khusus, sebagaimana diketahui, merupakan slot terbatas yang dapat diakses melalui penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) dan sering dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi dibanding kuota reguler. DPR dalam sidangnya menyebut ada “anomali administratif” dalam proses pengalokasian kuota tambahan.
Baca juga: Khofifah Mangkir! KPK Akhirnya Panggil Gubernur Jawa Timur dalam Skandal Korupsi Dana Hibah
KPK tidak menampik bahwa sejumlah laporan dari masyarakat menjadi dasar penyelidikan ini. Laporan datang dari berbagai pihak sejak akhir 2024, termasuk dari Gerakan Aliansi Mahasiswa dan Buruh Untuk Umat (GAMBU), Forum Pengawasan Alokasi Kuota (FPAK), hingga organisasi sipil lainnya.
“Bukan hanya era 2024, kami juga telusuri periode sebelumnya. Tapi semua masih tahap pengumpulan informasi,” tegas Ketua KPK, Setyo Budiyanto.
Dalam dinamika penyelidikan yang biasanya berlangsung tertutup, sinyal bahwa KPK akan memanggil Yaqut adalah manuver strategis. Ini bukan sekadar simbol hukum, tetapi juga pesan politik: bahwa pengelolaan kuota haji—ibadah yang menyentuh jutaan umat—tak boleh dijadikan ruang abu-abu transaksi kekuasaan.
Sejumlah analis menyebut skema haji khusus sebagai salah satu sektor dengan potensi gratifikasi terbesar dalam sektor keagamaan.
“Biaya tinggi, proses tidak transparan, dan hanya diketahui segelintir elit. Inilah ladang yang perlu dibersihkan,” ujar salah satu sumber internal DPR yang tidak ingin disebut namanya.
BP Haji, lembaga baru bentukan negara untuk reformasi haji, merespon cepat. Mereka menggandeng mantan penyidik KPK guna membangun sistem pelaporan yang lebih akuntabel. Bahkan, Kepala BP Haji menyebut telah menerima mandat langsung dari Presiden Prabowo untuk memastikan “haji harus transparan dan bersih.”
Sementara itu, mantan Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki, memilih merespons tenang.
“Biarkan KPK bekerja. Kami percaya proses ini akan profesional,” ujarnya singkat.
Skema pengelolaan ibadah yang selama ini dianggap “sakral dan tak tersentuh” kini mulai digugat dalam kerangka akuntabilitas publik.
Jika penyelidikan berkembang ke tahap penyidikan, maka KPK tidak hanya berhadapan dengan pejabat kementerian, tetapi juga dengan ekosistem birokrasi, DPR, dan PIHK sebagai pelaku lapangan.
Dan ini bukan soal siapa yang bersalah atau tidak. Ini tentang bagaimana negara mengelola ibadah—dengan etika, bukan hanya angka dan kuota.(FJR)
Pingback: Heboh ! Ini Tanggapan Dokter Tifa: Ada Apa Dengan Penyakit Kulit Jokowi? Swa News