
Sampai hari ini (Sabtu, 25/1), institusi Polri belum mengeluarkan rilis resmi terkait kejahatan korporasi pagar laut PIK-2. Biasanya, untuk perkara kecil saja yang mendapat atensi publik, Polri segera mengadakan konpers.
Padahal, masalah pagar laut PIK-2, meskipun terkategori kejahatan korporasi terhadap kedaulatan negara, juga merupakan isu penegakan hukum yang menjadi tugas, kewajiban, dan tanggung jawab Polri. Polri punya tugas untuk mengusut dan membongkar siapa aktor dan dalang pagar laut, termasuk mengungkap motif dan tujuan apa pagar laut itu dibuat.
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah memberikan perintah tegas: segel, cabut, dan usut. Segel telah dilakukan oleh Kementerian KKP, cabut atau bongkar telah dan sedang dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait dari TNI AL, KKP, Bakamla, hingga melibatkan nelayan.
Sedangkan usut adalah kewajiban Polri. Tapi, belum ada tindakan permulaan untuk mengusut pagar laut, minimal dimulai dengan konpers resmi dari institusi Polri.
Dalam konteks sertifikat yang terbit di laut, baik SHGB maupun SHM, Kementerian ATR/Kepala BPN juga telah mengambil tindakan. Melakukan pemeriksaan secara formal/prosedur, termasuk material terbitnya sertifikat. Sejumlah sertifikat sudah dalam proses pembatalan karena terbukti cacat secara prosedural dan secara material memang berlokasi di laut yang demi hukum harus dibatalkan (tanah hilang).
Adapun secara hukum, tentu seluruh pejabat dan pihak-pihak yang terlibat dalam rangkaian proses penerbitan sertifikat, baik SHGB maupun SHM, harus diusut. Setidaknya, pihak-pihak yang harus diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban hukum, baik administrasi maupun pidana terkait pagar laut dan sertifikat di laut, adalah sebagai berikut:
1. Pihak desa, baik kepala desa hingga staf desa, juga pihak-pihak yang ikut menandatangani berkas PM-1. Seluruh pihak yang berhubungan dengan data terkait, dari girik maupun letter C, yang merekayasa girik-girik, surat keterangan tidak sengketa, surat keterangan penguasaan fisik secara sporadis.
- Kecamatan Kosambi: Desa Dadap dan Desa Selembaran Jaya.
- Kecamatan Teluk Naga: Desa Muara, Desa Lemo, Desa Tanjung Pasir, dan Desa Tanjung Burung.
- Kecamatan Paku Haji: Desa Kohod, Desa Kramat, Desa Sukawali, dan Desa Surya Bahari.
- Kecamatan Mauk: Desa Karang Serang dan Desa Ketapang.
2. Pihak kecamatan, notaris, KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik), Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) Pemda Tangerang, dan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli tanah laut yang didalihkan berasal dari tanah darat yang terkena abrasi.
3. Pihak-pihak yang terlibat transaksi jual-beli laut, baik yang membuat girik-girik fiktif, atau orang-orang tua yang figurnya dibuat sebagai pihak yang bertransaksi, orang-orang yang berkedudukan sebagai pembeli sekaligus penjual, serta korporasi yang terlibat dalam jual beli (PT Intan Agung Makmur, PT Cahaya Inti Sentosa, serta yang lain).
4. Pihak-pihak yang membiarkan pagar laut terbangun, mulai dari desa, kecamatan, Pol Air, KKP, hingga Bakamla.
5. Pihak-pihak yang membuat pagar laut, yaitu Mandor Memet, Eng Cun (Gojali), dan Ali Hanafiah Lijaya orangnya Aguan.
Akan tetapi, Polri mungkin tak bisa membongkar semuanya karena Polri ketiban jasa Agung Sedayu Group (ASG).
Pada 5 April 2023 lalu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meresmikan groundbreaking pembangunan gedung Batalion A Brimob Polda Metro Jaya di PIK-2 Kosambi, Kota Tangerang. Diketahui publik, fasilitas ini dibangun atas hibah dari Agung Sedayu Group (Aguan).
Mungkin, bantuan (baca: suap) inilah yang membuat Polri hingga saat ini masih bungkam pada kasus pagar laut. Atau, perlu diganti dulu Kapolrinya agar Polri bisa bekerja profesional lagi, tak merasa utang budi kepada Aguan.
Institusi polri
Oleh:
Ahmad Khozinudin, S.H.
Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR PTR)
Penyunting: Yayan
*Tulisan ini juga diunggah pada akun Facebook Ahmad Khozinudin