
Jakarta, Swa News– Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, bersama sejumlah aktivis antikorupsi, resmi melaporkan pengusaha properti ternama, Sugianto Kusuma alias Aguan, ke KPK.
Laporan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas wilayah perairan yang digunakan untuk proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Kasus ini bermula ketika Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mencabut sekitar 50 SHGB milik PT Intan Agung Makmur, anak usaha Agung Sedayu Group yang dikendalikan oleh Aguan.
Sertifikat tersebut dinilai menyalahi aturan karena berada di area pagar laut, yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diberikan hak guna bangunan kepada perusahaan atau individu.
Keputusan Menteri ATR/BPN ini menjadi pemicu laporan Abraham Samad dan rekan-rekannya ke KPK. Mereka menduga ada unsur suap dan gratifikasi dalam penerbitan SHGB tersebut, mengingat wilayah perairan seharusnya tidak bisa dialihkan menjadi hak guna bangunan secara legal.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada satu pun individu di negeri ini yang kebal hukum. Jika benar ada dugaan pelanggaran, maka KPK harus segera bertindak tegas,” ujar Abraham Samad dalam keterangannya.
PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, dua perusahaan yang terkait dengan Agung Sedayu Group, diketahui memiliki sejumlah SHGB di area pagar laut Tangerang.
Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut dapat memperoleh sertifikat di wilayah yang seharusnya menjadi milik negara.
Investigasi dari Kementerian ATR/BPN mengungkap bahwa penerbitan SHGB di wilayah perairan ini diduga melibatkan oknum pejabat yang memiliki kewenangan dalam pengesahan sertifikat tanah.
Beberapa pihak menduga bahwa pengusaha berpengaruh seperti Aguan memiliki akses khusus untuk mendapatkan izin yang seharusnya tidak dapat diberikan.
Sejumlah aktivis menyebut bahwa praktik seperti ini bukanlah hal baru dalam dunia properti Indonesia, di mana pengembang besar sering kali memperoleh izin dengan cara-cara yang melanggar hukum.
Namun, laporan Abraham Samad ke KPK kali ini menjadi upaya konkret untuk menantang status quo dan membuktikan bahwa hukum harus berlaku bagi siapa pun.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), turut memberikan tanggapan terkait kasus ini.
Ia menyatakan bahwa pemerintah sedang melakukan investigasi untuk memastikan duduk permasalahan terkait kepemilikan SHGB di area pagar laut.
“Kami masih menunggu hasil investigasi resmi dari lembaga terkait. Pemerintah akan bersikap transparan dalam menyelesaikan permasalahan ini,” kata AHY dalam pernyataannya.
Di sisi lain, pihak Agung Sedayu Group hingga kini belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan ke KPK. Namun, sejumlah pengamat menilai bahwa kasus ini akan menjadi ujian besar bagi KPK dalam menindak dugaan korupsi yang melibatkan pengusaha besar dengan jaringan luas di pemerintahan.
Kasus SHGB pagar laut ini telah menyedot perhatian publik karena melibatkan isu penyalahgunaan wewenang dan potensi kerugian negara akibat penerbitan sertifikat di area yang tidak semestinya.
Publik mendesak KPK agar tidak ragu untuk mengusut kasus ini secara transparan, tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang terlibat.
Menurut pengamat hukum tata negara, Prof. Zainuddin Bahar, penerbitan HGB di wilayah perairan merupakan bentuk penyalahgunaan regulasi yang dapat merugikan negara secara besar-besaran.
“Jika benar ada unsur suap dalam proses penerbitan sertifikat ini, maka KPK harus mengusutnya hingga tuntas. Ini bukan hanya soal satu individu atau satu perusahaan, tetapi tentang tata kelola negara yang bersih dari korupsi,” ujar Prof. Zainuddin.
Sementara itu, beberapa aktivis lingkungan juga menyoroti dampak pembangunan properti di wilayah pagar laut, yang berpotensi merusak ekosistem pesisir. Mereka meminta pemerintah untuk meninjau kembali seluruh proyek yang berada di atas lahan yang dulunya merupakan kawasan perairan.
Salah satu poin menarik dalam laporan ini adalah pernyataan Abraham Samad yang menegaskan bahwa tidak ada individu yang tidak bisa tersentuh hukum.
Selama ini, Aguan dikenal sebagai salah satu pengusaha properti paling berpengaruh di Indonesia, dengan jaringan luas di kalangan elit politik dan pemerintahan.
Kasus ini akan menjadi ujian bagi KPK dalam membuktikan apakah benar mitos tentang “pengusaha kebal hukum” dapat dipatahkan.
Jika KPK serius mengusut kasus ini, maka hal ini dapat menjadi preseden penting dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor properti dan pertanahan.
Namun, jika kasus ini kembali menguap tanpa kejelasan, publik akan semakin skeptis terhadap komitmen pemerintah dalam menindak pengusaha besar yang diduga terlibat dalam skandal korupsi.
Laporan Abraham Samad ke KPK terhadap Aguan dalam skandal HGB pagar laut menandai babak baru dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor properti.
Dengan adanya pencabutan SHGB oleh Menteri ATR/BPN dan investigasi yang sedang berjalan, tekanan publik semakin besar agar kasus ini diusut secara transparan dan adil. (MM)