Banyumas, Swa News – Menjelang persiapan sholat Idul Fitri yang akan diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Baturaden di Lapangan Akrab, Desa Rempoah, Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas, tiba-tiba mendapat penolakan dari warga.

Heboh ! Terulang Kembali Warga Muhammadiyah Dilarang Sholat Idul Fitri di Lapangan

Berdasarkan berita acara penolakan yang ditandatangani 11 orang, termasuk Kepala Desa, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Perangkat Desa Rempoah, serta pihak yang mengatasnamakan takmir masjid.

Dalam keputusannya, mereka menolak rencana Pimpinan Cabang Muhammadiyah Baturaden melaksanakan sholat Idul Fitri 1446 H di lapangan. Alasannya, masjid yang ada di Desa Rempoah masih bisa menampung jamaah sholat Ied. Alasan lain adalah untuk menciptakan kondusivitas masyarakat agar persatuan, kesatuan, dan kerukunan umat Islam tetap terjaga.

Heboh ! Terulang Kembali Warga Muhammadiyah Dilarang Sholat Idul Fitri di Lapangan

Rupanya, beredarnya keputusan tersebut memicu reaksi dan banyak mendapat kecaman dari masyarakat. Banyak yang mempertanyakan toleransi terhadap perbedaan yang ada.

Salah satu pernyataan netizen berbunyi,”Rukun dan tidaknya umat itu tergantung dari kesadaran tentang sebuah perbedaan,” tulisnya.

Baca juga: Baru ! 5 Alasan Bobon Santoso Mualaf, Netizen: “Paling Hanya Cari Sensasi Aja!”

Sholat idul Fitri

Inilah tindakan intoleran, padahal mereka sering berteriak toleransi! Sungguh membagongkan. Bertolak belakang antara pernyataan dan perbuatan!” tulis komentar lain.

Ada juga yang berkomentar, “Alasannya kondusivitas dan menjaga kerukunan, padahal dengan adanya penolakan justru menabuh genderang perang sehingga suasana tidak kondusif. Dengan adanya penolakan berarti tidak bisa menghargai orang lain. Lalu yang dimaksud rukun itu yang bagaimana?” tanyanya.

Namun, ada juga komentar yang mencoba mendinginkan suasana, “Sabar saudaraku, tetap berdakwah bil hikmah. Kalau belum sekarang, mungkin tahun depan. Tetap terus beri penjelasan pada umat, penguasa, dan para tokoh,” imbuhnya.

Tapi, banyak pula komentar yang mempertanyakan keterlibatan Kepala Desa, Ketua BPD, hingga Perangkat Desa Rempoah yang justru ikut membuat keputusan secara sepihak dengan alasan kondusivitas, menjaga persatuan dan kesatuan, tetapi mengabaikan perbedaan.

Tentu masalah ini harus menjadi perhatian serius, setidaknya bagi Pemerintah Kabupaten Banyumas, Kementerian Agama, serta pejabat lain yang punya kewenangan untuk turun tangan memfasilitasi terselenggaranya peribadatan dengan aman dan nyaman tanpa diskriminasi.(Ruq)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *