Jakarta, Swa News – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan menghargai aspirasi ratusan guru besar dari 23 fakultas kedokteran yang menyatakan tak lagi mempercayai Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Deklarasi tersebut disampaikan dalam forum terbuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Salemba, Kamis (12/6/2025).
“Kementerian Kesehatan telah mengundang forum tersebut untuk berdialog secara langsung, namun undangan tersebut tidak direspons positif,” ujar Juru Bicara Kemenkes, Widyawati, dalam keterangan tertulis kepada media.
Ia menyayangkan ketidakhadiran para guru besar dalam dialog yang telah difasilitasi. Menurutnya, akademisi berperan penting dalam reformasi sistem kesehatan.
“Kami terbuka berdiskusi dan mengajak semua pihak untuk membangun bersama. Bukan dengan narasi yang mendiskreditkan, tapi saling menguatkan dalam semangat kolaborasi dan kemajuan bangsa,” ucapnya.
Baca juga: Huru-Hara Kebijakan Mendagri Memindahkan 4 Pulau Milik Aceh ke Sumut: Ada Motif Politik-Ekonomi?
Pernyataan ini mencerminkan keprihatinan terhadap kebijakan yang dianggap menurunkan standar pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan nasional.
Sejumlah pernyataan terkait kritik terhadap kebijakan Kemenkes sebelumnya disampaikan dalam konferensi pers guru besar FKUI pada Jumat (16/5/2025). Mereka menilai pemerintah terlalu sering membingkai pendidikan kedokteran dalam citra negatif.
“Framing soal bullying diangkat kembali dari kasus lama. Isu biaya pendidikan juga disorot secara tidak proporsional,” kata Dekan FKUI, Prof. Ari Fahrial Syam, saat itu.
Ia juga menilai proses pembentukan kolegium tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya melibatkan pakar dan guru besar secara independen.
“Pemilihan kolegium dilakukan dengan voting dan penentu akhirnya adalah Menteri. Ini tidak sesuai dengan semangat akademik,” ujarnya.
Guru besar FKUI lainnya, Prof. Iris Rengganis, menilai kebijakan kesehatan saat ini menjauh dari semangat kolaboratif yang semestinya dijaga.
“Alih-alih memperkuat mutu layanan dan pendidikan, kebijakan yang muncul justru berisiko menurunkan kualitas dokter dan layanan masyarakat,” katanya. (Ost)