Huru-Hara Kebijakan Mendagri Memindahkan 4 Pulau Milik Aceh ke Sumut: Ada Motif Politik-Ekonomi?

Jakarta, Swa News – Hingga hari ini, kontroversi Keputusan Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, terkait wilayah administratif empat pulau yang masuk ke wilayah Provinsi Sumatera Utara, dan diduga memindahkan empat pulau dari Provinsi Aceh ke Sumatera Utara, masih terus menggelinding.

Huru-Hara Kebijakan Mendagri Memindahkan 4 Pulau Milik Aceh ke Sumut: Ada Motif Politik-Ekonomi?

Akar masalah yang diduga menjadi penyebab keputusan Mendagri tentang empat pulau yang diributkan antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh mulai terkuak. Kemungkinan besar, keempat pulau yang disengketakan tersebut memiliki potensi cadangan migas yang bisa meningkatkan pendapatan asli daerah masing-masing provinsi.

Akar masalah tersebut terungkap ketika ada pertemuan antara Gubernur Sumut, Bobby Nasution, dengan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, di Pendopo Gubernur Aceh, Rabu (4/6). Melalui pertemuan tersebut, secara eksplisit Bobby mengajak Mualem untuk berkolaborasi atau bekerja sama.

Menurut Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, mereka berdua sepakat untuk berkolaborasi mengelola bersama jika ada potensi sumber daya alam, termasuk migas.

“Sebab, empat pulau di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara itu memiliki potensi cadangan minyak dan gas bumi yang bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah,” ujar Bobby. (4/6)

 

Adapun Keputusan Mendagri tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025 tersebut meliputi objek lokasi Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang yang berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil.

Baca juga: Komisaris PT GAG Nikel Disorot, Gus Fahrur Dituding Langgar Etika dan Citra PBNU

Reaksi keras terhadap Keputusan Mendagri datang dari Anggota DPD RI asal Aceh, Azhari Cage. Ia menolak mentah-mentah surat keputusan tersebut dan menilai terbitnya SK itu merupakan penghinaan atas sejarah. (11/6)

Azhari juga menjelaskan bahwa Aceh memiliki bukti kuat dan sah atas kepemilikan keempat pulau tersebut, baik yang bersumber dari dokumen agraria hingga kesepakatan antarpemerintah provinsi pada masa lalu.

Salah satu bukti otentik tertulis dalam surat tanah tertanggal 17 Juni 1965 atas nama Teuku Daud bin T. Radja, yang dikeluarkan Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Aceh ketika wilayah Singkil masih menjadi bagian dari Aceh Selatan.

Sikap tegas juga disampaikan Kader Partai Demokrat, Arief Tampubolon, yang mendesak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk segera membatalkan keputusan terkait pengalihan empat pulau yang selama ini masuk wilayah Aceh, namun kini diklaim sebagai milik Provinsi Sumatera Utara. (9/6)

Huru-Hara Kebijakan Mendagri Memindahkan 4 Pulau Milik Aceh ke Sumut: Ada Motif Politik-Ekonomi?

Pada saat yang sama, alumni Lemhannas RI itu mengkritisi Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Ia menyebut keputusan tersebut mengandung banyak kejanggalan dan menimbulkan kecurigaan publik.

Ia juga mengimbau Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, agar bersikap bijak dan tidak mendukung keputusan yang dianggap merugikan Aceh.

Kabar terakhir, Gubernur Daerah Otonomi Khusus Aceh, Muzakir Manaf, yang juga mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), langsung menyuarakan kepada rakyat Aceh untuk melawan jika keputusan Mendagri yang memasukkan empat pulau milik Aceh ke wilayah Sumut—yang disinyalir atas “kode perintah dari Solo”—tidak segera dicabut. (Msa)

 

Leave a reply

Join Us
  • Facebook38.5K
  • X Network32.1K
  • Behance56.2K
  • Instagram18.9K

Stay Informed With the Latest & Most Important News

I consent to receive newsletter via email. For further information, please review our Privacy Policy

Advertisement

Follow
Loading

Signing-in 3 seconds...

Signing-up 3 seconds...