Site icon Swa News

Miftahul Maulana Dinilai Tidak Layak Mendapatkan Gelar “Gus”

Miftahul Maulana Gus Miftah Panggilan gus

Surabaya: Panggilan “Gus” yang melekat pada Miftahul Maulana atau Gus Miftah menjadi bahan perbincangan hangat setelah dirinya terlibat dalam kontroversi. Gelar “Gus,” yang secara tradisional digunakan untuk putra kiai atau tokoh yang memiliki pemahaman agama mendalam, dinilai tidak pantas disematkan pada seseorang yang tidak menunjukkan sikap atau tindakan yang mencerminkan nilai-nilai tersebut.

Kasus ini mencuat setelah pernyataan Gus Miftah yang dianggap menghina seorang penjual es teh “Sunhaji” viral di media sosial. Banyak pihak mempertanyakan kelayakan panggilan “Gus” pada dirinya, mengingat sikap yang tidak mencerminkan penghormatan dan kebijaksanaan yang seharusnya melekat pada sosok dengan gelar itu. Selain itu, muncul petisi daring yang mendesak agar Miftah dicopot dari posisinya sebagai Utusan Khusus Presiden, menggarisbawahi ketidakpuasan masyarakat atas tindakan dan ucapannya.

Sebagai respons terhadap tekanan publik, Gus Miftah telah meminta maaf secara terbuka dengan mendatangi dan membeli dagangan penjual es teh yang menjadi korban pernyataannya. Namun, banyak yang menilai permintaan maaf tersebut tidak cukup untuk mengembalikan kehormatan gelar “Gus” yang telah ternoda oleh perbuatannya. Beberapa tokoh juga menegaskan bahwa gelar tersebut seharusnya mencerminkan pribadi yang konsisten menjaga akhlak mulia.

Menurut budayawan, panggilan “Gus” memiliki akar tradisi yang kuat di komunitas pesantren. Gelar tersebut bukan hanya penghormatan kepada keturunan kiai, tetapi juga simbol tanggung jawab moral untuk menjadi teladan. Dalam kasus ini, penggunaan gelar pada seseorang yang tindakannya kontroversial dinilai dapat merusak makna sakral gelar tersebut dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama secara umum.

Perdebatan mengenai kelayakan Gus Miftah menyandang gelar ini tidak hanya menyoroti perilaku personal, tetapi juga pentingnya menjaga nilai-nilai luhur dalam tradisi keagamaan. Banyak pihak menyerukan agar tokoh publik seperti Gus Miftah lebih berhati-hati dalam bertindak, mengingat posisi mereka yang menjadi panutan bagi banyak orang. Hal ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk menjaga integritas dan tanggung jawab sosial dalam setiap peran yang diemban.(MMU)

Exit mobile version